Foto: Rumah Budaya Tirta Gelong Meligai dusun Sungai Utik, desa Batu Lintang, kecamatan Embaloh Hulu, kabupaten Kapuas Hulu, provinsi Kalimantan Barat, Rabu (19/1/2022)/Yohanes Santoso
Kapuas Hulu - Pembangunan rumah budaya Tirta Gelong Meligai Sungai Utik melalui proses yang panjang. Setelah tiga tahun lebih upaya pembangunannya oleh masyarakat Dayak Iban Sungai Utik sejak 2019, akhirnya bangunan tersebut diresmikan di awal tahun 2022.
Ketua Panitia Peresmian Rumah Budaya Sungai Utik, Sutomo Mana menjelaskan bahwa Yayasan Tirto Utomo yang membantu pembangunan rumah budaya tersebut, dan biaya pembangunannya Rp 968 juta. Anggaran itu dari 2019 sampai sekarang. "Ini semua masyarakat kompak dalam membangun," ujarnya Rabu (19/1/2022).
Selain pembangunan rumah budaya, kata Sutomo Mana, ada pembangunan rumah produksi buah Mawang. Lewat rumah produksi itu, masyarakat Sungai Utik sudah membuat sirup Mawang, bahkan sudah uji lab dan kandungan nutrisinya tinggi. "Semoga ini jadi produk tradisional masyarakat Sungai Utik. Kemudian kami juga akan membangun Gereja St. Yusuf, luasnya 20x40 meter. Pondasi beton ada rangka baja, sedangkan dinding, lantai dan atap semua kayu," terangnya.
Sekarang ini, lanjut Sutomo Mana, masyarakat di Sungai Utik baru mulai sekolah adat. Semoga langkah awal ini bisa disuport Kemendikbud Ristek Republik Indonesia. "Hal lain yang ada disini adalah adanya kelompok Sadar Wisata Keling Menua," paparnya.
Sehubungan Hutan Adat, kata Sutomo Mana, itu juga sedang dipetakan. Pemetaan ini dibantu juga dari Badan Registrasi Wilayah Adat Bogor. "Kami akan terus berupaya mempertahankan budaya dan produk lokal kami. Kami sudah pernah ikut pameran di beberapa negara salah satunya Belanda," ujarnya.
Kades Batu Lintang, Raymundus Ramang menjelaskan,luas wilayah adat Sungai Utik adalah 10.087,44 Ha. Dalam pembangunan rumah budaya sudah bagi tiga zonasi, hutan produksi untuk ambil bahan, zonasi cadangan disini hanya yang sesuai keperluan, hutan lindung ini tidak diganggu gugat kita jaga kelestarian hutan dan sungainya.
"Alam kita lestarikan jadi sahabat, tetapi kalau kita merusak alam alam akan menghukum kita. Stigma ini yang ingin kami terus ajarkan ke masyarakat," ujarnya.
Apakah 50 tahun kedepan masih bisa seperti ini di Sungai Utik, kata Ramang, itu sangat tergantung dari apa yang dimulai saat ini. Modernisasi apapun bisa masuk agar masyarakat tidak digilas zaman, namun budaya harus tetap melekat ikut dari zaman ke zaman.
"Adanya rumah budaya di Sungai Utik ini akan jadi wadah melestarikan budaya untuk masa depan generasi kami," tuntasnya.
Penulis : Yohanes Santoso
No comments:
Post a Comment