Foto: Audiensi TBBR dan Masyarakat Punan Uheng Kereho di gedung DPRD Kapuas Hulu, Kamis (2/9/2021)/yohanes santoso
Kapuas Hulu - Setelah pernah mencuat polemik limbah kayu yang dekat dengan bantaran Sungai Kapuas, di Putussibau Selatan, kali ini PT. Kawedar Wood Industries (KWI) keles dengan masyarakat Dayak Punan Uheng Kereho. Masyarakat Uheng Kereho merasa tanah leluhurnya telah ditimpa oleh HGU milik PT.KWI, sehingga mereka tidak bisa mengurus sertifikat milik lewat program PTSL (sertifikat milik tanah). Masyarakat Punan Uheng Kereho kemudian memberi mandat kepada Tariu Borneo Bangkule Rajakng untuk membantu perjuangan masyarakat. Beberapa kali upaya mediasi tak kunjung menyelesaikan permasalahan tersebut, hingga TBBR dan warga Uheng Kereho melakukan audiensi ke DPRD Kapuas Hulu, Kamis (2/9/2021). Pihak PT.KWI, Pemerintah, Polres setempat dan Kodim 1206/Psb turut hadir pada pertemuan yang difasilitasi DPRD Kapuas Hulu itu.
Usai audiensi, Ketua Umum TBBR, Agustinus mengatakan bahwa sudah ada berita acara terkait dengan permasalahan Uheng Kereho dan PT.KWI. Selanjutnya ada beberapa masalah yang perlu ditelusuri bersama, terkait patok batas, HGU, tenaga kerja dan CSR. "Kita akan bentuk tim, dari masyarakat diwakili TBBR, Pemerintah dan Perusahaan. Ini dibentuk dalam waktu 14 hari, sehingga diupayakan penyelesaian masalahan ini," tegasnya.
Menurut Agustinus, ada 5 tuntutan yang sudah disampaikan masyarakat Uheng Kereho, pertama tentang patok batas yang bergeser agar dikembalikan dan ini ada konsekuensi adat. Kemudian ada masalah CSR, tenaga kerja dan HGU. "HGU ini tumpang tindih dengan lahan masyarakat yang tidak dibebaskan, ini membuat masyarakat ingin buat sertifikat ikut program PTSL tidak bisa semuanya," ungkapnya.
Ia juga berharap permasalahan tersebut disikapi oleh pihak perusahaan. TBBR akan terus berusaha memperjuangkan hak masyarakat adat Dayak Punan Uheng Kereho.
"Kami berharap ini bisa direspon pihak perusahaan secara baik, apalagi tadi dihadiri saudara Richard (Pimpinan PT.KWI). Apabila mangkir kami akan lakukan cara-cara yang dikoordinasikan dengan pihak terkait," tuntasnya.
Ketua DPRD Kapuas Hulu, Kuswandi menegaskan bahwa perusahaan memang mendatangkan PAD, namun masyarakat juga harus dilindungi. Investor yang masuk juga perlu menyesuaikan diri dengan rambu-rambu yang ada, masyarakat dan perusahaan saling berkoordinasi. Perusahaan mesti juga memperhatikan hak-hak masyarakat. Ini penting untuk agar situasi berusaha dan daerah tetap kondusif. "Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung, begitu lah yang perlu dilakukan pihak perusahaan. Sebelum perusahaan ada disana masyarakat sudah terlebih dahulu tinggal di sana, jadi hak-hak masyarakat jangan diabaikan," ucapnya.
Menurut Ketua DPRD Kapuas Hulu pihak perusahaan hendaknya turun langsung ke masyarakat di sekitar lokasi usaha. Bila tidak demikian sering terjadi salah paham. "Setelah ada permasalahan DPRD lagi yang dihadapkan dalam penyelesaiannya, saya tidak mau masyarakat saya dibuat susah, itu tanah leluhur mereka dimana jadi tempat usaha," ujar Kuswandi.
Perusahaan jangan hanya melihat dari sisi keuntungan saja, perhatikan sosial masyarakat setempat. Segala permasalahan yang ada mesti dikomunikasikan dengan baik. "Setiap persoalan yang ada hendaknya diselesaikan dengan yang baik secara kekeluargaan, sehingga sama-sama enak dan investor bisa masuk dan ikut memajukan daerah," tuturnya.
Sementara itu, Pimpinan PT.KWI, Richard yang mengikuti pertemuan via zoom, menjelaskan bahwa dirinya selalu mendapatkan laporan terkait permasalah yang terjadi dari petugasnya yang ada di lapangan. Terkait lahan perusahaan menurutnya itu sesuai dengan koordinat GPS dari pihak Kehutanan. "Kami tidak menggeser patok batas lahan perusahaan dengan masyarakat," ucapnya.
Penulis : Yohanes Santoso
No comments:
Post a Comment