Kapuas Hulu - Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Kapuas Hulu, Roni Januardi, mengatakan bahwa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2021 tentang Jenis Ikan yang di lindungi, sesungguhnya masih di regulasi awal. Aturan ini sebagai tindak lanjut dari pengalihan kewenangan terhadap perlindungan hewan yang bersisik dan berinsang, sebelumnya kewenangan ini masih berada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Permen KP ini juga, baru hanya sebatas menetapkan jenis hewan air yang di lindungi, belum sampai ke pengaturan - pengaturan yang bersifat teknis, seperti deregulasi pada ikan arwana, pengaturan untuk perdagangan keluar daerah, budidaya, untuk usaha pengolahan dan lain sebagainya," ucapnya saat ditemui di Dinas Perikanan Kabupaten Kapuas Hulu, Senin (15/3/2021).
Mengingat ikan Belida (Chitala) ini sangat di butuhkan oleh masyarakat terutama untuk usaha pengolahan seperti kerupuk basah, kerupuk kering. Ini merupakan makanan khas Kapuas Hulu. Kemudian melihat deregulasi yang ada pada ikan Arwana, menurutnya, ada yang memberikan suatu solusi adanya penangkaran. Roni berharap agar kedepannya ada deregulasi yang mengatur adanya pengecualian, dari pelarangan penangkapan ikan belida, misalnya ikan yang di hasilkan dari budidaya,
"Sehingga ada antisipasi kebutuhan ikan belida, yang tidak diambil dari alam melainkan dari budidaya,"ujarnya
Untuk itu, kata Roni, dinasnya memprogramkan usaha budidaya perikanan tangkap sistem Culture Based Fisheries (CBF) atau Perikanan Tangkap Berbasis Budidaya. Ini adalah kegiatan perikanan tangkap dimana, ikan hasil tangkapan berasal dari benih ikan hasil budidaya yang ditebarkan ke dalam badan air dan tumbuh dengan memanfaatkan makanan alami yang tersedia.
"CBF biasanya diusahakan di badan air yang ukuran kecil seperti danau. danau - danau yang relevan untuk pembesaran ikan belida, sehinga kebutuhan ikan belida kedepannya di suatu sisi dapat terpenuhi. Disisi lain kelestariannya harus terjaga sehingga tidak semata - mata melindungi melarang menangkap ikan, tapi harus ada suatu solusi bagaimana usaha budidaya, usaha budidaya ikan belida ini yang lebih tepatnya adalah, budidaya seperti sistem CBF," katanya.
Roni menuturkan untuk mendukung budidaya ikan belida sistem CBF, Kapuas Hulu memiliki potensi yang bagus. Pasalnya Kapuas Hulu memiliki danau - danau yang jumlahnya sebanyak 23 danau. Selama ini danau tersebut sudah dikelola untuk pembesaran ikan - ikan air tawar.
"Beberapa danau ini nantinya akan kita fokuskan untuk ikan tertentu, ikan belida, ikan semah dan lain sebagainya sesuai dengan ekosistem habitat nya," katanya.
Danau - danau yang dikelola dengan sistem CBF bisa menjadi sebuah kampung budidaya. Masyarakat disekitarnya diarahkan untuk fokus kepada ikan belida.
Hanya saja, lanjutnya, saat ini benih ikan belida sangat kurang maka dari itu pihaknya butuh bantuan dari Pemerintahan Pusat agar bisa membantu kebutuhan benih ini.
"Apakah itu bantuan bibit benih secara langsung, atau ada kerjasama dengan balai - balai besar milik kelautan perikanan, bersama Dinas kita sama sama melakukan kegiatan pemijahan, sehingga mampu menghasilkan sendiri benih benih yang kita butuhkan, seperti ikan semah dan ikan belida," jelasnya.
Menurut Roni, kebijakan yang hanya melarang akan sulit untuk dilaksanakan, kecuali ada antisipasi dengan berbagai macam solusi. Pasalnya kebutuhan masyarakat terhadap bahan baku ikan belida dan ikan lain harus dapat terpenuhi. "Maka kita perlu CBF untuk memenuhi itu serta melestarikan populasinya juga," pungkasnya.
Penulis : Rovi Andila
Editor : Yohanes Santoso
No comments:
Post a Comment